Selasa, 28 Mei 2013

MAKALAH LIBERALISASI KEUANGAN


1.      Pendahuluan
Dalam liberalisasi sistem keuangan, perbankan bebas dalam menentukan suku bunga simpanan maupun pinjaman sesuai dengan mekanisme pasar. Dengan liberalisasi keuangan tersebut diharapkan dana masyarakat mampu diserap oleh lembaga keuangan guna membiayai investasi yang produktif sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan kata lain, liberalisasi keuangan diharapkan mampu menjamin fungsi intermediasi lembaga keuangan berjalan dengan baik. Namun, jika liberalisasi keuangan tersebut tidak mampu menjamin lembaga keuangan menjalankan fungsi intermediasinya maka hal itu hanya akan menaikkan tingkat tabungan masyarakat yang berarti menurunkan tingkat konsumsi masyarakat dan selanjutnya akan menurunkan tingkat pendapatan nasional.
Dalam perekonomian dunia yang semakin terintegrasi terlihat bahwa Negara yang berhasil dalam perekonomiannya adalah negara yang berhasil mendorong dan mempertahankan eksistensi perdagangannya dengan cepat. Dengan selesainya Putaran Uruguay tahun 1986 serta percepatan AFTA dari tahun 2008 ke 2003, maka Indonesia sangat berkepentingan untuk memperbaiki diri agar dapat menghadapi tekanan eksternal yang sangat kuat. Sejak tahun 1983, Indonesia telah membuka perekonomian melalui serangkaian kebijakan deregulasi untuk meliberalisasi perdagangan internasional yang secara drastis mempermudah dan menurunkan tingkat bea masuk bagi kebanyakan komoditas, rasionalisasi struktur tarif, dan mengurangi secara mendasar jumlah komoditas yang dilindungi melalui hambatan nontariff (Goeltom, 1996:8-9). Namun demikian, liberalisasi perdagangan internasional dapat menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi jika yang terjadi adalah semakin besarnya impor yang tidak dibarengi dengan kenaikan ekspor dengan tingkat pertumbuhan yang seimbang. Pendapatan nasional yang berkurang akibat kenaikan impor yang lebih besar dari kenaikan pendapatan nasional akibat kenaikan ekspor akan menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi


2.      Pembahasan
A.     Liberalisme Ekonomi
Liberalisasi ekonomi merupakan kritik terhadap kontrol politik dan pengaturan permasalahan ekonomi yang yang menyeluruh yang mendominasi pembentukan negara Eropa di abad keenambelas dan ketujuhbelas, yakni merkantilisme.[1]
Jadi liberalisasi ekonomi merupakan sebuah paham atau sistem ekonomi yang menempatkan peran swasta sebagai tokoh utama dari pelaku ekonomi. Dalam ekonomi liberal, peran pemerintah tidak diperkenankan turut campur. Semuanya diatur oleh swasta ataupun individu pemilik modal. Dengan demikian, dalam sistem ini masyarakat diharapkan mampu berkompetisi untuk menjadi yang lebih baik. Kaum ekonomi liberal berpendapat bahwa perekonomian pasar merupakan suatu wilayah otonom dari masyarakat yang berjalan menurut hukum ekonominya sendiri. Pertukaran ekonomi bersifat positive sum game, dan pasar cenderung akan memaksimasi keuntungan bagi semua individu, rumah tangga dan perusahaan yang berpartisipasi dalam pertukaran pasar. Perekonomian merupakan wilayah kerjasama bagi keuntungan timbal balik antar negara dan juga antar individu. Dengan demikian, perekonomian internasional seharusnya didasarkan pada prdagangan bebas.

B.     Pengertian Liberalisme Keuangan
Liberalisasi keuangan adalah bagian intergral dari liberalisasi ekonomi. Secara khusus tujuan liberalisasi keuangan adalah untuk meningkatkan peranan pasar dan untuk mengurangi peranan negara dalam penyelenggaraan jasa-jasa keuangan,
Namun demikian, sebagai unsur dari liberalisasi ekonomi yang bersifat menyeluruh, terutama sebagaimana terungkap melalui ke empat agenda Konsensus Washington, tujuan akhir liberalisasi keuangan pada dasarnya adalah untuk mempercepat integrasi perekonomian negara-negara sedang berkembang ke dalam sistem perekonomian pasar global berdasarkan kapitalisme.
Secara terinci, liberalisasi keuangan mencakup enam aspek sebagai berikut: (a) deregulasi tingkat suku bunga; (b) peniadaan pengendalian kredit; (c) privatisasi bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan milik negara; (d) peniadaan hambatan bagi bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan swasta, termasuk asing, untuk memasuki pasar keuangan domestik; (e) pengenalan alat-alat pengendalian moneter yang berbasis pasar; dan (f) liberalisasi neraca modal (Singh, 2000).
Berdasarkan ke enam aspek tersebur, dapat disaksikan betapa luasnya cakupan yang terkandung dalam liberalisasi keuangan. Jika dilihat berdasarkan ke empat agenda Konsensus Washington, liberalisasi keuangan tidak hanya mencakup kebijakan anggaran ketat dan penghapusan subsidi, liberalisasi keuangan dan perdagangan, ia mencakup pula pelaksanaan provatisasi badan-badan usaha milik negara (BUMN).[2]
Peniadaan pengendalian kredit, misalnya, berkaitan secara langsung dengan peniadaan kredit bersubsidi bagi kredit sektor pertanian dan atau usaha kecil menengah (UKM). Privatisasi bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan milik negara jelas berkaitan dengan pelaksanaan privatisasi BUMN. Sedangkan peniadaan hambatan bagi bank asing untuk memasuki pasar keuangan domistik, secara tidak langsung berkaitan dengan liberalisasi perdagangan.
Secara ringkas dengan adanya liberalisasi keuangan dan adanya kebebasan pasar dalam alokasi kredit, maka permasalahan pembatasan modal sebagaimana diungkapkan oleh Stiglitz dan Weiss (1981) dapat terabaikan. Dengan penyesuaian tingkat bunga riil terhadap keseimbangan pasar dimana jumlah tabungan dan investasi diasumsikan berimbang, investasi dengan imbal hasil rendah tereliminasi, maka efisiensi investasi secara keseluruhan akan berkembang. Dengan peningkatan bunga, maka tabungan dan suplai kredit juga akan meningkat, dan mendorong volume investasi. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi dapat distimulasi bukan hanya melalui investasi akan tetapi juga melalui peningkatan produktivitas kapital. Dampak dari persyaratan cadangan yang lebih rendah akan mendorong suplai bank yang tinggi, sementara penghapusan pembatasan alokasi kredit juga mengarahkan terjadinya alokasi kredit yang lebih efisien sehingga merangsang produktivitas kapital rata-rata.
Dengan tujuan dan cakupan yang sangat luas tersebut, munculnya bahaya yang sangat besar di balik pelaksanaan liberalisasi keuangan sulit dihindarkan. Walaupun diskusi mengenai bahaya liberalisasi keuangan ini belakangan cenderung dialihkan dengan memunculkan masalah pentahapan dalam pelaksanaan liberalisasi, terkandungnya bahaya sistemik di balik pelaksanaan liberalisasi keuangan bagi negara-negara sedang berkembang tidak dapat diabaikan. [3]
Liberalisasi keuangan merupakan otoritas bank sentral suatu negara berupa kebijakan-kebijakan terhadap moneter yaitu pasar uang maupun pasar modal. Liberalisasi keuangan, dapat berupa pelonggaran aturan yang berkaitan dengan kebijakan moneter di suatu negara, misalnya ketentuan mengenai kontrol atas aliran modal masuk (capital inflow) maupun aliran modal keluar (capital outflow), juga termasuk ketentuan investasi di pasar modal seperti salah satunya kemungkinan investor asing untuk dapat melakukan pembelian sekuritas emiten perusahaan-perusahaan yang tercatat pada bursa domestik.[4]
Secara singkat, bahaya liberalisasi keuangan bagi negara-negara sedang berkembang dapat ditelusuri pada tiga hal sebagai berikut. Pertama, liberalisasi keuangan cenderung memicu meningkatnya instabilitas keuangan di negara-negara sedang berkembang. Bahkan, sebagaimana dialami oleh negara-negara Asia Selatan dan Tenggara pada saat terjadinya krisis moneter 1997/1998, liberalisasi keuangan dapat bermuara pada terjadinya krisis ekonomi, sosial, dan politik secara bersamaan.
Hal itu erat kaitannya dengan berlangsungnya delinking dan semakin dominannya kegiatan ekonomi di sektor keuangan daripada di sektor riil. Delinking dan dominasi kegiatan ekonomi di sektor keuangan jelas sangat erat kaitannya dengan maraknya transaksi-transaksi keuangan yang bersifat spekulatif di sektor ini. Dengan demikian, bagi negara-negara sedang berkembang, liberalisasi keuangan patut diwaspadai sebagai prakondisi untuk menjerumuskan perekonomian negara-negara ini ke dalam perangkap transaksi-transaksi keuangan spekulatif yang memicu instabilitas tersebut.
Kedua, liberalisasi keuangan cenderung menyebabkan semakin menganganya kesenjangan ekonomi antar sektor, antar wilayah, dan antar golongan pendapatan di negara-negara sedang berkembang. Ini erat kaitannya dengan logika dasar yang menggerakkan sektor keuangan. Sebagaimana diketahui, kegiatan di sektor keuangan digerkakan oleh prinsip ‘money follow the business’. Artinya, liberalisasi keuangan cenderung mendorong meningkatnya peredaran uang di tempat-tempat di mana uang dapat dengan mudah dilipatgandakan.
Lebih-lebih dengan terjadinya delinking antara kegiatan di sektor keuangan dengan di sektor riil. Liberalisasi keuangan tidak hanya cenderung menyebabkan terjadinya bias ke sektor industri, ke kota-kota besar, dan ke lapisan atas masyarakat, ia bahkan dapat sama sekali mengabaikan perkembangan ekonomi yang terjadi di sektor riil. Akibatnya, upaya negara dalam memelihara stabilitas keuangan, patut diwaspadai sebagai suatu bentuk penyelewengan peran negara dari pelayan masyarakat menjadi pelayan para pelaku pasar uang.
Ketiga, sejalan dengan bahaya yang kedua itu, liberalisasi keuangan cenderung menyebabkan semakin merosotnya kemampuan negara dalam memelihara integritas dan kedaulatan bangsa. Di satu sisi, instabilitas keuangan dan kesenjangan ekonomi adalah ancaman serius bagi suatu bangsa untuk mempertahankan integritas dan kedaulatannya. Di sisi lain, keterbatasan dan ketidakberdayaan negara dalam mengendalikan keadaan, tidak hanya cenderung mendorong munculnya kebutuhan permanen untuk melayani para pelaku pasar uang. Sebaliknya, ia cenderung menjadi pemicu semakin merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap negara.[5]
C.     Tinjauan Islam terhadap liberalisasi keuangan
Seperti yang telah kita ketahui bahwa tujuan dari penyelenggaraan Negara adalah untuk mewujudkan suatu kestabilan dalam masyarakat, termasuk dalam bidang ekonomi. Dalam permasalahan liberalisasi keuangan, yang notabene di dalamnya terdapat banyak madhorot dibanding manfaatnya sebagaimana termaktub diatas, islam tentunya mempunyai pandangan tersendiri.
Liberalisasi keuangan cenderung merugikan bagi masyarakat yang ada di dalamnya. Dalam penanganan perekonomian suatu Negara, termasuk di dalamnya yaitu mensejahterakan seluruh warganya, tentunya Negara maupun orang yang terlibat di dalamnya tidak semena-mena menentukan kebijakan. Sehingga permasalahan yang timbul disini yaitu terjadinya kesenjangan di dalam lapisan masyarakat. Liberalisasi keuangan yang tersebut di atas bertentangan terhadap awal tujuan pembentukan penyelenggaraan suatu Negara, yaitu untuk mencapai kesejahteraan kehidupan masyarakat. Maka disini jelas bahwa liberalisasi keuangan termasuk hal tidak diperbolehkan dalam operasional perekonomian suatu Negara. Hal ini didasarkan pada efek yang timbul seperti yang disebutkan diatas yaitu, liberalisasi keuangan cenderung memicu meningkatnya instabilitas keuangan di suatu negara, penyelewengan peran negara dari pelayan masyarakat menjadi pelayan para pelaku pasar uang dan yang terakhir liberalisasi keuangan cenderung menyebabkan semakin merosotnya kemampuan negara dalam memelihara integritas dan kedaulatan bangsa. Disini terkait dengan kaidah “dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih” yang intinya mencegah suatu kerusakan didahulukan atas pengambilan kemashlahatan. Maka disini terlihat sekali ketika liberalisasi dipraktekkan dalam suatu Negara, bahaya yang timbul karenanya akan lebih banyak tercipta dari pada kemanfaatannya.




3.      Kesimpulan
Liberalisasi yang merupakan otoritas suatu Negara dalam rangka untuk untuk mensejahtrekan ekonomi Negara, secara khusus tujuannya adalah untuk meningkatkan peranan pasar dan untuk mengurangi peranan negara dalam penyelenggaraan jasa-jasa keuangan. Namun dalam perimbangan selanjutnya bahwa praktek liberalisasi mempunyai efek yang sangat berbahaya, diantaranya liberalisasi keuangan cenderung memicu meningkatnya instabilitas keuangan di suatu negara, penyelewengan peran negara dari pelayan masyarakat menjadi pelayan para pelaku pasar uang dan yang terakhir liberalisasi keuangan cenderung menyebabkan semakin merosotnya kemampuan negara dalam memelihara integritas dan kedaulatan bangsa. Maka dengan ini jelas bahwa bahaya yang ditimbulkan akibat liberalisasi keuangan banyak dibanding dari manfaatnya, maka tidak diperbolehkan dalam Islam.

















Daftar Pustaka
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55393/BAB%20I%20PENDAHULUAN.pdf?sequence=3
http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/My%20Web/sembul40.htm
Tinjauan Pustaka Liberalisme Keuangan oleh …… Institut Pertanian Bogor tahun..



[2]http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55393/BAB%20I%20PENDAHULUAN.pdf?sequence=3

[3] http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/My%20Web/sembul40.htm

[4] Tinjauan Pustaka Liberalisme Keuangan oleh …… Institut Pertanian Bogor tahun…
[5] http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/My%20Web/sembul40.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar